Aku memperhatikan semua pelayan Black Canyon Coffee yang sibuk melayani konsumen tadi malam. Ada laki-laki ber-make up ala perempuan, ada perempuan egois yang menerima HPnya saat teman lainnya sibuk mencatat order, ada juga yang memperhatikan kebingunganku bersama seorang temang yang menoleh kiri kanan, menelanjangi setiap meja jikalau ada yang bisa dipakai untuk berdua. Saking pelayan laki-laki itu mengikuti gerak kita, konsumennya sampai menegur seperti mengingatkan bahwa tugasnya detik itu adalah mencatat order.
Sampailah datang pelayan manis yang mencarikan tempat untuk kita berdua karena dia tahu saat itu pelayan laki-laki tengah sibuk dengan tamunya. Rupanya dia juga memperhatikan kedatangan kita, gerakannya cukup sigap. Sejak detik pertama dia mencarikan tempat sampai mencatat orderan kita, saya terus mengintainya. Mungkin karena mata ekornya melihat kepala saya tertuju padanya, dia melawan arah tatapan mata saya sampai akhirnya kita berdua saling tersenyum.
Disela-sela kesibukan teman yang menerima HP, saya sempatkan mencari tau dimana pelayan itu berada. Apakah dia akan segera datang dengan order kita atau kah…? Kebetulan dia ada di meja sebelah kanan saya, masih tetap melayani order 5 orang tamu. Lagi-lagi ekor matanya menangkap ada seseorang dari meja saya yang memperhatikannya. Saat itulah kali kedua kita saling tersenyum. Sesaat setelah pesanan kami datang, rupanya masih ada air mineral yang harus kita pesan. Dalam hati aku berharap pelayan itu datang, dan ternyata memang dia yang ada di depan saya berbicara dengan teman yang terlebih dahulu memesan minumannya. Saya menatapnya, dia menatap saya. Kita sama-sama tersenyum.
Kemudian datanglah 3 orang teman lain yang kebingungan mencari tempat sekitar saya. Dengan ekor mata saya melirik ke belakang. Si pelayan manis itu rupanya mempersiapkan catatannya. Tidak ada satupun diantara teman-teman itu yang menangkap kemana biji bola mata ini melirik. Saat saya dan seorang teman yang terpisah meja akan menuju meja yang lain untuk berkumpul, kembali saya memperbaiki posisi duduk agar bisa sesuka hati menebar sinyal ke penjuru arah memantau dimana keberadaan pelayan itu.
Waktu kami tidak banyak, saya terakhir melihatnya membereskan pesanan meja tepat di depan posisi duduk saya saat itu. Setelah beres, seperti biasa dia harus melihat suasana ruangan seandainya ada konsumen yang memerlukan bantuannya. Tibalah saat dia melayangkan pandangnya ke arah meja kita. Kesempatan itu saya pakai untuk menatapnya sekali lagi dan dia menangkapnya. Saat itulah kali terakhir saya melepaskan senyum lebar ini dan disambut dengan senyum yang paling manis seorang pelayan untuk konsumennya.
Bayangkan saja, jika semua konsumen seperti saya dan semua pelayan seperti dia, alangkah indahnya restoran itu. Pelanggan jadi puas meski harga dan lezatnya makanan tidak sinkron dengan isi kepala. Paling tidak ada yang tersisakan dari tempat makan itu. Begitu juga dengan pelayan, dia merasa senang bisa memberikan servis terbaik jika melihat konsumennya melayangkan senyum kepuasan, tidak ada tampang cemberut apalagi komplain yang membuat mood bekerja hilang.
Mari kita tersenyum untuk indahnya hati dan lingkungan sekitar.
I’d like to dedicate my special Blog to Pelayan Black Canyon Coffee open dining area. Seandainya saya tau siapa namamu, pasti akan saya catat disini agar semua pembaca bisa tau dan membuktikan sendiri saat mereka menghabiskan waktunya disana. Keep on the good work! Suatu saat jika saya bertemu kamu lagi, akan saya beranikan diri untuk tau siapa namamu